Selasa, 18 Agustus 2015

Being a collage student is (was) hard

Diposting oleh Tasya Aulia di 04.08 0 komentar


Setiap pelajar kebanyakan merasakan hal yang sama yaitu merasakan ingin segera memasuki jenjang setingkat lebih tinggi. Ketika pelajar masih mengenakan seragam merah putih mereka ingin mengenakan seragam putih biru. Ketika mereka sudah mengenakan seragam putih biru itu , semakin lama mereka akan berfikir bagaimana rasanya para kakak-kakak yang mengenakan seragam putih abu-abu yang terlihat begitu mengesankan dan dewasa. Rasa seperti itu relatif akan kembali terasa saat mereka sudah menginjak masa putih abu-abu itu. Biasanya itu akan muncul di awal hingga pertengahan masa SMA. Dan ketika sudah memasuki detik-detik pelajar merasa jenjang ini sangat sayang untuk ditinggal, ketika mereka merasa sulit untuk meninggalkan teman bahkan guru yang ada di SMA tersebut, apalagi ketika mereka sudah mulai bingung apa yang harus dilakukan setelah SMA ini ? kuliah ? pasti. Jurusan? Sesuai apa yang sudah diambil saat itu, atau beberapa berfikir untuk banting setir meninggalkan apa yang sudah diperoleh selama masa SMA dan memilih jurusan yang berbeda 180derajat .
Kali ini saya, aku, gue, awak akan menceritakan betapa strugllingnya saya ketika memasuki jenjang itu. Jujur saya ambil jurusan bahasa saat SMA,  masih beberapa bulan yang lalu sih saya menyelesaikan jenjang SMA saya. Saya begitu yakin ketika saya memilih jurusan bahasa yang tentunya bukan karena paksaan atau karena pasrah. Benar-benar menata dengan benar sesuai bakat dan minat saya, bukan hanya unutk pemilihan jurasan di SMA, saya bahkan sudah memikirkan apa yang akan saya ambil untuk jenjang perkuliahan nantinya. Sastra tentunya.
Tapi banyak sekali tekanan yang saya peroleh sejak saya masuk jurusan bahasa. Bukan tentang pelajarannya. Saya juga pelajar yang merasakan kesusahan tapi kali ini bukan dari internal saya. Tapi karena faktor eksternal yang dengan hebatnya bisa mengguncang niat dan rencana saya yang sudah tertata rapi dari SMP. Mereka (baca : Keluarga, teman,guru,teman dari teman orangtua, atau teman dari teman saya sendiri) mengatakan “mau jadi apa masuk bahasa?” “sastra korea? Suka suju yang sipit” itu ya”. Ya memang saya sudah merencanakan betapa inginnya saya melanjutkan pendidikan di jurusan sastra korea. Apa yang salah? Itu yang akhirnya saya simpulkan setelah banyak guncangan yang menerpa diri saya sejak kelas 1 SMA.
Pembaca yang mau membaca hal sepele ini, saya berharap, jangan menilai rendah apa yang diinginkan seseorang. Menjadi seorang dokter atau jaksa bukan satu-satunya tujuan terbaik dalam hidup seseorang. Bisa saja anak tersebut tenang dan tidak tertekan ketika apa yang diinginkanya direndahkan tapi besar kemungkinan anak tersebut merasa “oh ternyata apa yang aku inginkan selama ini bukanlah hal yang hebat dan patut dibanggakan”. Ya, saya berpikiran seperti itu, bahkan lebih negatif dari pada itu. Hingga pada akhirnya saya mengganti apa yang sudah saya rencanakan matang-matang dengan pembicaraan lama dengan orang tua saya. Akhirnya saya ingin melanjutkan di hubungan internasional, lalu saya berniat ke ilmu komunikasi, tapi akhirya saya tau bahwa itu semua sedikit ada berbau politik dan butuh jiwa enterpreneur yang tinggi. Saya pun mundur dari pilihan-pilihan tersebut. Ketika mama saya bilang kenapa saya tidak mulai berfikir tentang psikologi? Oke, saya percaya dengan orang tua saya dan mulai memikirkan psikologi sebagai cadangan jurusan kuliah yang akan saya ambil. Disamping jurusan” tersebut yang sudah berulang kali berubah, dalam hati kecil saya keinginan untuk masuk di sastra korea masihlah ada tapi masih tersingkirkan dengan omongan” orang yang betapa rendahnya jurusan tersebut.  Hingga akhirnya saya memilih sastra inggris atau jepang yang walaupun kurang lebih sama dengan apa yang saya rencanakan sebelumnya. hingga pada akhirnya, saya semakin kuat walaupun banyak orang mengatakan betapa rendahnya keinginan saya. mungkin secara tidak langsung karena banyak orang mengatakan hal-hal seperti itu pada saya, saya semakin ingin menunjukkan bahwa persepsi orang bisa saja salah tentang ilmu bahasa. akhirnya ketika saya mulai menginjak detik-detik persiapan SNMPTN dan UN saya memantapkan hati saya untuk tetap pada sastra korea.
Read More...
 

LOVABLE CHO Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea